MATHEMATICS

Selasa, 23 September 2008

Matematika Dalam Film


A Beautiful Mind demikian judul salah satu film yang cukup mengesankan dan inspiratif. Pernah dengar atau lihat judul film ini? Yapp! Film ini diangkat dari kisah nyata John Forbes Nash, seorang ahli matematika yang memenangkan Hadiah Nobel bidang ekonomi pada tahun 1994. Film yang dibintangi Russell Crowe, Ed Harris, Jennifer Connelly, Christopher Plummer, dan Paul Bettany ini menembus puncak Academy Award 2002 dan menyabet predikat best picture.

Kisah dimulai pada tahun 1947, ketika John Forbes Nash (Russell Crowe) menjadi mahasiswa baru di Princeton University. Nash adalah mahasiswa matematika yang sangat brilian tapi gagap dalam pergaulan sosial. Untunglah ada Charles (Paul Bettany), teman sekamarnya, yang membantu John melewati tahun-tahunnya di bangku kuliah.
Dalam salah satu adegan A Beautiful Mind digambarkan saat Nash bersama teman-temannya mengagumi seorang gadis tercantik di antara sekelompok gadis. Karena ada satu gadis cantik, bisa dipastikan kelompok Nash, kelompok para pria, akan berebutan menggaet sang ratu. Tapi Nash muncul dengan pendapat yang mengejutkan para lelaki di kelompok itu.


Kalau berebutan untuk mendapatkan yang tercantik, maka semua pria akan bertabrakan lalu hancur. Sang ratu pun tak mendapatkan pasangan. Kemungkinan kedua, semua pria itu gagal mendapatkan sang ratu lalu memilih wanita-wanita lain di sekelilingnya. Kelompok pria itu tetap gagal karena para wanita bersama wanita tercantik itu tak mau menjadi pilihan kedua. Satu-satunya solusinya, kata Nash, mengabaikan sang ratu cantik itu. Jika ini yang dilakukan maka semua laki-laki akan mendapatkan wanita di sekeliling wanita tercantik sebagai pasangan masing-masing. Kalau ada lima laki-laki di kelompok pria dan lima gadis lain di kelompok sang ratu cantik itu, maka sepuluh orang sudah beruntung. Hanya satu yang rugi, Si Ratu Cantik.

Bisa jadi inilah sebagian kecil ide awal munculnya game theory yang merupakan cabang ilmu matematika terapan dalam bidang ekonomi dan yang mengantarkan Nash merebut hadiah Nobel. Belakangan, game theory banyak dipakai untuk kepentingan mengatur strategi bisnis bahkan politik.
Setelah menemukan teori ekonomi revolusioner yang membalikkan asumsi Adam Smith, bapak ekonomi modern, Nash kemudian diterima di kelompok peneliti elit dan mengajar di MIT. Ilmu pengetahuan telah membuktikan perannya dalam memenangkan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II lewat penemuan bom atom, dan kini apa yang bisa dilakukan Nash dalam era Perang Dingin?

Nash diminta untuk menjadi pemecah kode rahasia dan bekerja di bawah supervisi William Parcher (Ed Harris). Dia merasa sang Big Brother Parcher, salah satu orang penting di Pentagon itu, mengajaknya bergabung menjadi agen rahasia AS untuk memecahkan kode rahasia intelijen Rusia. Ia patuh saja saat diperintah untuk mencermati judul semua koran setiap hari karena menurut Big Brother, agen Rusia di AS mengirimkan kabar ke “pihak musuh” itu lewat koran. Maka guntingan koran pun berhamburan di ruang kerjanya. Setiap hari Nash memecahkan kode-kode dari judul-judul berita koran itu.

Tapi tentu saja itu tidak sungguh terjadi dalam dunia nyata. Semua itu hanya terjadi di dunia khayalnya. Ya, Nash memang menderita schizofrenia, dimana ia memiliki dunia lain, dunia yang penuh halusinasi. Dan Parcher hanyalah teman khayalnya. Namun repotnya, tanpa sadar dia mengikuti semua kemauan teman khayalnya itu.
Suatu waktu Ketika dia ditahan oleh psikiater saat memberi ceramah di sebuah kampus, dia langsung menuding orang-orang yang hendak menolongnya itu mata-mata Rusia yang akan membunuhnya. Padahal, tak ada Parcher di dunia nyata, tak ada Pentagon dalam sejarah kerja Nash. Ia bukan agen rahasia dengan tugas khusus memecahkan kode dari setiap judul koran. Semua itu hanya khayalannya belaka. Gila! Nash memang benar-benar gila! Lebih gila lagi, sikap aneh Nash di tempat kerjanya dianggap biasa.

John Forbes Nash memang gila dan gilanya lagi dengan segala pergulatan dan perjuangannya, ia mampu menyembuhkan dirinya sendiri dari penyakit ‘gila’ yang diyakini banyak orang tak ada obatnya itu. Dan lebih gila lagi, sebagai jenius matematika ia memiliki a beautiful mind, something yang mengantarkannya ke kursi kehormatan ilmu pengetahuan di jagad raya ini.

Mungkinkah kita juga bisa memiliki a beautiful mind seperti itu? Tentu saja kita tidak harus menjadi gila terlebih dulu untuk memilikinya. A beautiful mind lahir dari kejernihan pikiran. Dan matematika sebenarnya bisa menuntun dan mengantar kita menuju kejernihan itu. Hanya lewat kejernihan itu kita bisa mengurai berbagai persoalan hingga menemukan solusinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar