MATHEMATICS

Kamis, 31 Juli 2008

Menebar Virus Pembelajaran Matematika Yang Bermutu

Humaniora - Kompas Senin, 30 Oktober 2006
Pendidikan MIPA
Menebar Virus Pembelajaran Matematika yang Bermutu
HJ Sriyanto

Sepercik harapan akan pembelajaran matematika di sekolah yang lebih baik dan bermutu terbesit dari Yogyakarta. Sudah bukan zamannya lagi matematika menjadi momok yang menakutkan bagi siswa di sekolah.
Jika selama ini matematika dianggap sebagai ilmu yang abstrak dan kering, melulu teoretis dan hanya berisi rumus-rumus, seolah berada "di luar"—mengawang jauh dan tidak bersinggungan dengan realitas kehidupan siswa—kini saatnya bagi siswa untuk akrab dan familier dengan matematika.
Matematika realistik. Matematika yang dikonstruksi sesuai dengan konteks siswa. Dengan demikian, matematika akan lebih dekat dan bermakna bagi siswa.
Itulah salah satu benang merah dari seminar nasional pendidikan matematika dengan tema "Peningkatan Mutu Pembelajaran Matematika Sekolah Menuju Indonesia Cerdas 2020" yang diselenggarakan Pusat Studi Pembelajaran Matematika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 6-7 Oktober 2006.


Mengajar versus belajar
Pembelajaran matematika oleh sekolah di Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh pembelajaran konvensional dengan paradigma mengajarnya.
Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa, sementara guru memosisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan. Guru ceramah dan menggurui, otoritas tertinggi adalah guru. Penekanan yang berlebihan pada isi dan materi diajarkan secara terpisah-pisah. Materi pembelajaran matematika diberikan dalam bentuk jadi.
Dan, semua itu terbukti tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari.
Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika lemah karena tidak mendalam. Akibatnya, prestasi belajar matematika siswa rendah.
Hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi kelulusan sebagian besar siswa. Selain itu, pengetahuan yang diterima siswa secara pasif menjadikan matematika tidak bermakna bagi siswa.
Menurut Marpaung (2003), paradigma mengajar seperti di atas tidak dapat lagi dipertahankan dalam pembelajaran matematika di sekolah.
Sudah saatnya paradigma mengajar diganti dengan paradigma belajar. Paradigma belajar ini sejalan dengan teori konstruktivisme. Dalam paradigma belajar, siswa diposisikan sebagai subyek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, tapi suatu proses yang harus digeluti, dipikirkan, dan dikonstruksi siswa, tidak dapat ditransfer kepada mereka yang hanya menerima secara pasif.

Dengan demikian, siswa sendirilah yang harus aktif. Paradigma belajar juga seturut dengan teori Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan Freudenthal bahwa pengetahuan
matematika dikreasi, bukan ditemukan sebagai sesuatu yang sudah jadi.
Oleh karena itu, siswa harus secara aktif mengkreasi (mengkreasi kembali) pengetahuan yang ingin dimilikinya. Tugas guru bukan lagi aktif mentransfer pengetahuan, tetapi menciptakan kondisi belajar dan merencanakan jalannya pembelajaran dengan materi yang sesuai dan representatif serta realistik bagi siswa sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang optimal.

Meningkatkan mutu pembelajaran matematika
Pembelajaran matematika di sekolah dapat efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran matematika memerhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang mencakup latar belakang keluarga, keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan kenyataan-kenyataan hidup yang lain. Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar, pendapat dan pemahaman yang diperoleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka, juga perasaan, sikap dan nilai-nilai yang diyakini, itu semua merupakan konteks nyata siswa (Drost, 2002). Konsekuensinya, dikaitkan dengan kecenderungan perubahan pembelajaran matematika ke arah pendekatan konstruktif atau realistik, maka pembelajaran matematika harus dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap siswa dengan berbagai latar belakang dan konteksnya mendapat kesempatan untuk mengonstruksi pengetahuannya dengan strategi sendiri.
Menurut Howard Gardner, setiap orang memiliki kecerdasan ganda yang meliputi kecerdasan verbal/linguistic, musical/rhythmic, logical/mathematical, visual/spatial, bodily/kinesthetic, intrapersonal/introspective, interpersonal/sosial, dan naturalist/physical world, tapi yang menonjol hanya beberapa saja. Dan, orang bisa belajar apa pun dengan mudah, kalau materi/bahan disajikan sesuai dengan intelegensi yang menonjol pada orang tersebut. Konsekuensinya, pembelajaran perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa mendapat kesempatan mengembangkan kecerdasannya yang dominan secara optimal dan kecerdasan lainnya secukupnya untuk mendukung kecerdasan dominan yang dimiliki. Guru perlu mengajar dengan berbagai variasi metode pembelajaran sehingga setiap siswa merasakan disapa dan dikembangkan sesuai dengan intelegensi mereka.
Prof Dr Christa Kaune dari Osnabrueck University, salah satu pembicara dalam seminar, mengemukakan peranan metakognisi dalam pembelajaran matematika sebagai suatu alat untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Kemampuan metakognisi merupakan kemampuan untuk melihat kembali proses berpikir yang dilakukan seseorang. Kegiatan metakognisi terdiri dari planning-monitoring-reflection. Dalam aktivitas metakognisi tersebut, peran guru sebagai mediator dan bukan "menjejalkan" informasi kepada siswa. Guru mendorong siswa untuk membangun dan mengembangkan pemikiran/penalaran mereka sendiri. Sebagai mediator, guru membantu mengarahkan gagasan/ide/pemikiran siswa sesuai dengan konteks pelajaran, membantu siswa melihat hubungan antara satu pemikiran dan pemikiran yang lain, serta mendorong siswa untuk memformulasikan dan merealisasikan gagasan mereka.
Salah satu faktor yang berperan dalam pembelajaran matematika adalah budaya kelas. Budaya kelas tumbuh atau dibangun dari interaksi sosial di dalam kelas dan guru memiliki peran paling dominan dalam membangun budaya kelas tersebut. Perilaku, sikap, dan kepercayaan yang dimiliki guru akan berpengaruh terhadap budaya kelas yang terbentuk. Sebagai contoh, jika guru memiliki kepercayaan yang rendah terhadap siswa, akan sulit bagi guru memercayakan proses pembelajaran pada aktivitas siswa, seperti diskusi, mengemukakan ide, menemukan sendiri konsep matematika. Guru akan cenderung mendominasi proses pembelajaran. Menurut Gravemeijer (1997), budaya kelas merupakan bentuk-bentuk kelas yang dicirikan oleh "menjelaskan dan pembenaran" dalam artian siswa diharapkan dapat menjelaskan dan membenarkan ide-ide serta penyelesaian yang mereka berikan terhadap suatu persoalan matematika.

Pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan menarik bagi siswa jika guru menghadirkan masalah-masalah kontekstual dan realistik, yaitu masalah-masalah yang sudah dikenal, dekat dengan kehidupan riil sehari-hari siswa. Masalah kontekstual dapat digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika dalam membantu siswa mengembangkan pengertian terhadap konsep matematika yang dipelajari dan juga bisa digunakan sebagai sumber aplikasi matematika. Prof Dr Zulkardi menjelaskan, menurut De Lange, masalah kontekstual dapat digali dari (1) Situasi Personal Siswa; situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, baik di rumah dengan keluarga, dengan teman
sepermainan, dan sebagainya. (2) Situasi Sekolah/Akademik; situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah dan kegiatan-kegiatan yang berkait dengan proses pembelajaran. (3) Situasi Masyarakat; situasi yang terkait dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar di mana siswa tinggal. (4) Situasi Saintifik/matematik; situasi yang berkaitan dengan fenomena substansi secara saintifik atau berkaitan dengan matematika itu sendiri.
Dalam proses pembelajaran matematika, tentu saja sering kali siswa juga mengalami kesulitan dengan aktivitas belajarnya. Oleh karena itu, guru perlu memberikan bantuan/topangan kepada siswa dalam pembelajaran matematika. Seperti diungkapkan oleh Susento, pemberian topangan memungkinkan siswa memecahkan masalah, melaksanakan tugas atau mencapai sasaran yang tidak mungkin diusahakan siswa sendiri. Topangan merupakan semua strategi yang digunakan guru dalam membantu usaha belajar siswa melalui campur tangan yang bersifat memberi dukungan; bentuknya bisa berbagai macam, tetapi semuanya bertujuan untuk memastikan agar siswa mencapai sasaran yang berapa di luar jangkauannya. Topangan yang bisa diberikan guru, misalnya, pemberian petunjuk kecil, pemberian model prosedur penyelesaian tugas, pemberitahuan tentang kekeliruan dalam langkah pengerjaan soal, mengarahkan siswa pada informasi tertentu, menawarkan sudut pandang lain dan usaha menjaga agar rasa frustrasi siswa terhadap tugas tetap berada pada tingkat yang masih dapat ditanggung. Topangan menjadi penanda interaksi sosial antara siswa dan guru yang mendahului terjadinya internalisasi pengetahuan, keterampilan, dan disposisi, dan menjadi alat pembelajaran yang dapat mengurangi keambiguan sehingga meningkatkan kesempatan siswa mengalami perkembangan (Roehler & Cantlon, 1997).

Implementasi dan tantangan
Gagasan dan pemikiran yang disampaikan oleh para pakar pendidikan matematika di atas memberikan sebersit harapan dan menumbuhkan optimisme akan masa depan pembelajaran matematika di sekolah yang lebih baik dan bermutu. Namun, masih juga tersisa keraguan dalam implementasinya ketika pulang kembali di sekolah dan menatap realitas pembelajaran matematika di kelas-kelas kita. Bagaimana mengimplementasikan gagasan dan pemikiran itu dalam konteks sekolah di Indonesia, mengingat konteks siswa kita yang sangat plural dan beragam? Kiranya perlu penyelarasan atau penyesuaian dalam mengimplementasikan gagasan dan pemikiran tersebut dengan konteks masing-masing sekolah. Dan, hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah, membutuhkan pemahaman yang mendalam dari para guru mengenai konteks siswa, sekolah, masyarakat, dan budaya yang "hidup" di lingkungan sekolah masing-masing.
Belum lagi sikap ambigu pemerintah berkait dengan KBK atau yang sekarang kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan ujian nasional (UN)-nya. Bagaimana nanti jika guru mengembangkan model pembelajaran matematika konstuktif atau realistik, seperti disarankan di atas, tetapi siswa dievaluasi dengan menggunakan soal-soal UN yang berbentuk pilihan ganda dan jauh dari model soal kontekstual atau realistik? Bagaimana nanti kalau banyak siswa yang tidak lulus? Kekhawatiran semacam itu tetap saja menghinggapi para guru.
Pemerintah semestinya konsisten dengan apa yang telah dibuat, misalnya UU Sisdiknas yang memberi kewenangan kepada guru untuk melakukan evaluasi terhadap siswa ajarnya, atau yang terbaru dengan KTSP di mana dalam KTSP tersebut juga mensyaratkan bahwa dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai situasi (contextual problem). Dengan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Namun, kalau kemudian pemerintah tetap memberlakukan UN, apakah ini tidak kontradiktif?

Tantangan lain adalah bagaimana guru mengusahakan bahan ajar dalam pembelajaran matematika yang kontekstual dan realistik. Sejauh ini buku ajar matematika yang dipakai di sekolah jauh sekali dari yang namanya konsep matematika konstruktif atau realistik. Guru mau tidak mau dituntut untuk bekerja keras dan terus belajar. Masalah kontekstual dan realistik tidak mungkin ditemukan jika guru hanya diam—berpangku tangan—guru mesti terus bergerak, menggali, dan terus-menerus berusaha membumikan konsep matematika dengan menemukan hubungan atau keterkaitan bahan ajar matematika dan persoalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tantangan bahan ajar yang belum tersedia sebenarnya juga bisa menjadi peluang bagi guru untuk menyusun bahan ajar sendiri. Guru satu dengan yang lain bisa berkolaborasi sehingga memperkaya satu sama lain. Bukan hal yang
mustahil jika hasil kolaborasi kelak menjadi buku materi ajar matematika realistik yang akan semakin memperkaya khazanah buku teks siswa di Indonesia.
Ke depan, kerja sama antara para guru, para peneliti pendidikan matematika, dan lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK) yang memiliki concern terhadap pendidikan matematika realistik sangat mutlak dibutuhkan untuk bersama-sama menyemaikan benih yang telah ditaburkan.
Baik jika setiap LPTK bermitra dengan sekolah, sebagai sekolah dampingan misalnya, sehingga pengembangan pembelajaran matematika yang bermutu dapat terwujud. Bagaimanapun guru tidak bisa berjalan sendirian. Butuh dukungan dari sekolah, peneliti, LPTK, dan sebagainya. Para guru, bersiaplah! Virus itu sudah ditebar, tinggal menunggu waktu menjangkitimu!

HJ Sriyanto
Guru SMA Kolese De Britto Yogyakarta


Jawaban Soal 28 Juli 2008

Persoalan dari soal 28 Juli 2008 adalah mencari bilangan ketiga sedemikian hingga jumlah bilangan ketiga dan dua bilangan sebelumnya sama dengan 12. Sehingga jawabannya adalah sebagai berikut.
6 # 2 > 4
4 # 1 > 7
3 # 7 > 2
5 # 5 > 2
9 # 0 > 3



Soal Minggu 28 Juli 2008

Misalkan diketahui:
3 # 4 > 5
5 # 6 > 1
1 # 2 > 9
8 # 4 > 0
Berdasarkan informasi tersebut tentukan:
6 # 2 > .....
4 # 1 > .....
3 # 7 > .....
5 # 5 > .....
9 # 0 > .....

Petunjuk:
Persoalan ini pertama kali muncul pada buku teks kelas 3 SD (Keahlian perhitungan apa yang dimiliki siswa kelas 3 SD)



Rabu, 30 Juli 2008

Tentang Matematika

Bayangkan bagaimana dunia ini seandainya tidak ada matematika? Mungkin kita tidak akan pernah menonton TV, bermain game di komputer atau di game net, mengobrol lewat telpon atau sekedar sms-an menggunakan Hand Phone kita. Bayangkan apa yang akan terjadi jika orang tidak mengenal bilangan dan tidak bisa berhitung secara sederhana. Bayangkan betapa kacaunya kalau kita tidak bisa memahami ruang dimana kita berada, tidak bisa memahami harga barang di mall atau di supermarket.
Dari sini saja mestinya kita sudah tahu kalau matematika itu memang penting. Sudah tidak disangsikan lagi, matematika memegang peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Banyak yang telah disumbangkan matematika bagi perkembangan perababan manusia. Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas dari peranan matematika. Boleh dikatakan landasan utama sains dan teknologi adalah matematika.


Namun demikian, kita juga tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa sampai sekarang masih banyak orang yang mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Bahkan tidak jarang matematika dianggap ‘momok’ atau hantu yang menakutkan, yang sebisa mungkin dihindari. Ketika mendengar kata matematika serta merta yang muncul di pikiran adalah identik dengan kata ‘sulit’.

Apa itu sebenarnya matematika?
Kata "matematika" berasal dari kata μάθημα(máthema) dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai "sains, ilmu pengetahuan, atau belajar", juga μαθηματικός (mathematikós) yang diartikan sebagai "suka belajar". Nah, jika menilik artinya secara harafiah, sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak suka atau takut dengan matematika. Karena kalau kita tidak suka matematika itu berarti kita tidak suka belajar! Kalau kita selama ini masih menganggap matematika itu sulit, mungkin sebenarnya kita belum mengenal apa itu matematika.
Untuk mengenal matematika lebih dekat, lebih dulu kita mesti mengetahui ciri-ciri atau mengenali sifat-sifatnya. Matematika itu memiliki beberapa ciri-ciri penting. Pertama, memiliki obyek yang abstrak. Berbeda dengan ilmu pengetahuan lain, matematika merupakan cabang ilmu yang spesifik. Matematika tidak mempelajari obyek-obyek yang secara langsung dapat ditangkap oleh indera manusia. Substansi matematika adalah benda-benda pikir yang bersifat abstrak. Walaupun pada awalnya matematika lahir dari hasil pengamatan empiris terhadap benda-benda konkret (geometri), namun dalam perkembangannya matematika lebih memasuki dunianya yang abstrak. Obyek matematika adalah fakta, konsep, operasi dan prinsip yang kesemuannya itu berperan dalam membentuk proses berpikir matematis, dengan salah satu cirinya adalah adanya alur penalaran yang logis.
Dan ciri yang kedua, memiliki pola pikir deduktif dan konsisten. Matematika dikembangkan melalui deduksi dari seperangkat anggapan-anggapan yang tidak dipersoalkan lagi nilai kebenarannya dan dianggap saja benar. Dalam matematika, anggapan-anggapan yang dianggap benar itu dikenal dengan sebutan aksioma. Sekumpulan aksioma ini dapat digunakan untuk menyimpulkan kebenaran suatu pernyataan lain, dan pernyataan ini disebut teorema. Dari aksioma dan teorema atau dari teorema dan teorema kemudian dapat diturunkan teorema lain. Akhirnya matematika merupakan kumpulan butir-butir pengetahuan benar yang hanya terdiri atas dua jenis kebenaran, yaitu aksioma dan teorema. Selebihnya, kalaulah ada pengetahuan yang tampaknya benar, namun belum dapat dibuktikan, maka butir pengetahuan itu belum dianggap kebenaran dan hanya berupa suatu "takhayul" yang masih perlu dibuktikan. (Andi Hakim Nasution, 2001). Dengan kata lain, kebenaran konsistensi matematika adalah kebenaran dari suatu pernyataan tertentu yang didasarkan pada kebenaran-kebenaran pernyataan terdahulu yang telah diterima sebelumnya. Sehingga satu sama lain tidak mengalami pertentangan.
Disiplin utama dalam matematika awalnya didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika, yaitu studi tentang struktur, ruang dan perubahan.
Studi tentang struktur dimulai dengan bilangan, seperti tentang bilangan asli dan bilangan bulat serta operasi arimetikanya, yang semuanya itu dijabarkan dalam aljabar dasar. Sedangkan teori bilangan, aljabar linier, aljabar abstrak, struktur aljabar merupakan bagian lanjut dari studi tentang struktur ini, yang akan dijumpai ketika seseorang studi lebih mendalam tentang matematika di perguruan tinggi.
Sedangkan ilmu tentang ruang berawal dari geometri, yaitu geometri Euclid dan trigonometri dari ruang tiga dimensi (yang juga dapat diterapkan ke dimensi lainnya), kemudian belakangan juga digeneralisasi ke geometri Non-euclid yang memegang peran sentral, salah satunya dalam teori relativitas umum.
Sementara kalkulus merupakan satu contoh bagian dari matematika yang digunakan untuk memahami dan mendiskripsikan perubahan pada kuantitas yang dapat dihitung. Konsep utama yang digunakan untuk menjelaskan perubahan variabel adalah fungsi. Banyak permasalahan yang berujung secara alamiah pada hubungan antara kuantitas dan laju perubahannya, dan metode untuk memecahkan masalah ini adalah topik bahasan dari persamaan differensial. Dan tentu masih banyak lagi yang lain seperti analisis real, analisis kompleks, maupun analisis fungsional yang belum akan dipelajari di bangku SMA.
Untuk menjelaskan dan menyelidiki dasar matematika, dikembangkan bidang teori pasti, logika matematika dan teori model. Saat pertama kali komputer disusun, beberapa konsep teori yang penting dibentuk oleh matematikawan dan telah memicu munculnya bidang teori komputabilitas, teori kompleksitas komputasional, teori informasi dan teori informasi algoritma. Nama umum untuk bidang-bidang penggunaan matematika dalam ilmu komputer ini adalah matematika diskret. Bidang-bidang penting dalam matematika terapan antara lain adalah statistik, yang menggunakan teori probabilitas sebagai alat untuk memberikan deskripsi, analisis dan perkiraan fenomena dan digunakan dalam hampir seluruh ilmu pengetahuan.

Untuk apa belajar matematika di sekolah?
Mungkin bagi kita cabang-cabang matematika yang disebutkan di atas masih terasa begitu asing. Soalnya itu memang merupakan bagian-bagian matematika yang tergolong tingkat tinggi dan hanya dipelajari ketika seseorang studi di jurusan matematika di perguruan tinggi. Tapi sekedar untuk memberi gambaran tentang lingkup matematika kiranya tidak ada salahnya. Kita menjadi lebih tahu, kalau sebenarnya matematika yang dipelajari di sekolah baik sekolah dasar maupun sekolah menengah boleh dikata belum seberapa, masih tergolong matematika yang levelnya rendah, seperti aljabar, trigonometri, aritmatika.
Secara umum tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah untuk membantu siswa mempersiapkan diri agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, dan kritis. Serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan matematika di sekolah lebih ditekankan pada penataan nalar, dasar dan pembentukan sikap, serta ketrampilan dalam penerapan matematika.

Sabtu, 26 Juli 2008

3D Visualisation Applet

It is no longer a question now, how visualisation is important in understanding 3 dimensional concepts? Recently, while exploring some software , I stumbled upon this interactive applet.
It is basically to have an idea of spatial geometry.
The title is Rotating Houses.
Try with kids. They will like to explore.

Kamis, 24 Juli 2008

3 Hal Penting Tentang matematika

Ada 3 hal dasar yang mesti dipahami berkaitan dengan matematika.

Math is Not a Spectator Sport
“Matematika bukan olahraga tontonan” kira-kira begitulah terjemahan bebas dari sub judul di atas. Maksudnya begini, kita tidak bisa cuma menjadi penonton dalam pelajaran matematika. Kita tidak dapat belajar matematika hanya dengan datang di kelas, memperhatikan guru dan belajar di rumah dengan mengerjakan PR yang diberikan oleh guru. Sebaliknya, untuk dapat mempelajari matematika dengan baik kita harus secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika. Selain memberikan seluruh perhatian di dalam pelajaran matematika, kita harus mengembangkan apa yang sudah dipelajari. Kita mesti membuat catatan dengan baik, mengerjakan soal-soal atau PR, bahkan jika guru tidak memberi tugas sekalipun. Kita harus belajar dengan rutin dan terjadwal secara teratur, bukan hanya malam sebelum tes. Dengan kata lain, kita membutuhkan keterlibatan kita dalam seluruh proses pembelajaran matematika, baik saat pelajaran di sekolah maupun saat belajar sendiri di rumah.


Dalam kenyataannya, memang sebagian besar orang sungguh membutuhkan kerja keras untuk berhasil dalam pelajaran matematika, lebih-lebih untuk sungguh dapat menguasai pelajaran matematika dengan baik. Kita bisa mengecek, dengan bertanya pada orang-orang dekat di sekitar kita, entah bapak, ibu, saudara atau tetangga. Secara umum, orang butuh bekerja lebih keras untuk pelajaran matematika lebih daripada apa yang dilakukan untuk pelajaran lain. Jika kita tidak mau terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran matematika, baik di dalam maupun di luar kelas, maka kita akan mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika, dan kemungkinan untuk gagal atau tidak lulus dalam pelajaran matematika akan semakin besar.

Understand the Principles
Mungkin banyak orang dapat lulus dalam tes pelajaran sejarah dengan mudah hanya dengan menghafal tanggal, nama dan peristiwa-peristiwa. Namun untuk dapat lulus pelajaran matematika orang butuh melakukan lebih daripada sekedar menghafal kumpulan rumus-rumus, prinsip-prinsip atau konsep-konsep dalam matematika. Kita perlu memahami bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut, saat kapan rumus harus digunakan, dan hal itu seringkali jauh berbeda dari hanya sekedar menghafalnya.
Beberapa rumus memiliki batasan yang kita harus mengetahuinya secara benar dan cermat dalam menggunakannya. Dan kita perlu mengingat batasan-batasan tersebut atau kita akan kesulitan dalam mengerjakan soal atau memperoleh jawaban yang salah. Kadang kala juga rumus-rumus yang lain sangat umum dan memaksa kita untuk mengidentifikasi bagian-bagian dalam soal yang berhubungan dengan beberapa bagian dalam rumus itu. Hal itu mensyaratkan bahwa kita mesti mengetahui bagaimana prinsip dan cara kerja di balik rumus tersebut. Jika kita tidak menguasainya, maka seringkali hal itu dapat menyulitkan kita dalam menggunakan rumus tersebut. Sebagai contoh, dalam kalkulus tidak sulit untuk menghafal suatu rumus integral parsial. Namun, jika kita tidak mengerti bagaimana menggunakan rumus tersebut secara nyata dan tidak bisa mengidentifikasi pendekatan bagian-bagian integral itu, maka hafalan tentang rumus tersebut tidak akan cukup membantu atau tidak akan berguna sama sekali.

Mathematics is Cumulative
Yang juga perlu dipahami, matematika merupakan akumulasi atau kumpulan dari banyak materi. Seringkali apa yang sedang kita pelajari dalam pelajaran matematika sekarang bergantung pada pemahaman materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Dengan kata lain, seringkali untuk memahami materi baru dibutuhkan pemahaman dari materi-materi pelajaran sebelumnya. Sebagai contoh, pelajaran tentang aljabar di SMA akan sangat sulit dipahami tanpa pengetahuan tentang aljabar yang sudah dipelajari di SMP. Pun kita tidak dapat mengerjakan kalkulus tanpa memahami aljabar dan trigonometri yang sudah dipelajari sebelumnya.

Selasa, 22 Juli 2008

Beasiswa D-1 Bidang Migas

Buat yang masih berburu beasiswa, Kementrian Negara BUMN memberikan beasiswa D-1 untuk putra terbaik Indonesia untuk di didik untuk menjadi tenaga kerja siap pakai. Program beasiswa yang diperuntukkan bagi lulusan SMK jurusan listrik/kimia/Las/Mesin/Instrumentasi ini telah membuka pendaftaranya sejak 21 juli 2008 dan berkas lamaran beasiswa paling lambat diterima oleh panitia pada 1 Agustus 2008.

Senin, 21 Juli 2008

Mathematics in Playground

Students of grade 10 performed mathematics experiments in playground on calculating heights and distances using an isosceles right triangle. They used trigonometric ratios in calculating the height of basket ball pole and a building nearby the playground. It is amazing to share that they calculated the values corrected upto 2 decimal places.
  • Firstly, they prepared their isosceles right triangles using a cardboard.
  • They worked in groups and measured the heights of each group member using a measuring tape.
  • They were told to hold t triangle with one edge parallel to the ground with hypotenuse angling up from their eye to the top of the object. They used the hypotenuse as the line of sight and moved backward/forward on the straight line drawn on the level ground, until the top of the object coincides with the top of the hypotenuse of right triangle.

It was altogether an enriching experience for me as a teacher because even in our school days we did not learn by these kinds of real experiments.

Minggu, 13 Juli 2008

Awal Tahun Pelajaran

Tahun pelajaran 2007/2008 telah berakhir. Tangis, tawa, dan bahagia mewarnai perjalanan siswa/i selama mengikuti proses belajar selama 1 tahun yang lalu. Tahun pelajaran yang lalu tentu banyak menyisakan PR buat kita semua, hasil belajar yang buruk tentu harus menjadi pecut buat kita agar di tahun yang akan datang hasil belajarnya bisa lebih baik lagi. Buat yang prestasinya sudah baik, ehhm terus

Selasa, 08 Juli 2008

Persamaan Sederhana

Hasil dari sebuah bilangan yang dikuadratkan biasanya punya nilai yang lebih besar dari bilngan itu sendiri ( misalnya 10² = 100 ) atau nilainya lebih kecil dari bilangan itu sendiri ( misalnya ( ½ )² = ¼ ), tetapi dapatkah anda menebak sebuah bilangan yang nilainya sama dengan kuadrat bilangan itu sendiri ? Permasalahan ini bisa kita misalkan dalam sebuah persamaan, misalkan bilangan tersebut

Rabu, 02 Juli 2008

Creating aptitude puzzles

Mathematics learning is not just developing numerical solving skills of students. There are lot of skills like logical thinking, aptitude, knowledge and understanding enhancements which are an integral part of learning mathematics.
Here I am talking of developing aptitude in students of observing patterns and generating the next in steps. Children , specially of grade 6 to 8 love to do mathematical pattern based questions. I have created puzzles based on mathematical patterns and spatial arrangements . The images have been set to panorama view using an open source software Irfan view.
Following are some samples of playing with match sticks.

What we do with these pictures?

Show them to students and ask the following:

Guess the next figure and draw . Find a relationship between number of match sticks between consecutive steps . Try to formulate a general expression for the nth step.
Following are some samples of playing with unit cubes:

Guess the next figure and draw . Find a relationship between number of unit cubes between each consecutive steps . Try to formulate a general expression for the nth step.
Have fun learning mathematics using technology.

Selasa, 01 Juli 2008

Beasiswa Trisakti

Yayasan Beasiswa Trisakti memberikan kesempatan kepada siswa/i SMA dan SMK yang baru saja lulus ujian akhir nasional Tahun 2008 untuk mendapatkan beasiswa penuh kuliah di Trisakti School of Management. Besar beasiswa yang diberikan maksimum selama empat tahun adalah sebesar biaya pendidikan yang diperlukan selama mahasiswa/i menempuh perkuliahan di TSM.Bagi siswa/i SMA dan SMK yang memenuhi