Banyak orang menganggap kalau matematika itu ilmu eksak, yang selalu pasti. Seolah tidak pernah terdapat keraguan sama sekali, hanya ada benar atau salah. Untunglah matematika terus berkembang seturut perkembangan peradaban manusia. Sehingga sekarang tidak hanya benar atau salah seperti dalam logika matematika dwi nilai, tapi kebenaran itu relatif. Bisa benar 90%, 50% atau hanya 1 % saja seiring dikembangkannya logika kabur dalam matematika.
Namun sebenarnya sejak awal, para ahli matematika yang biasanya juga ahli filsafat sekaligus ahli-ahli di bidang lainnya sudah menemukan bahwa antara benar dan salah kadang tidak bisa dipisahkan begitu saja, bahwa yang ini benar yang itu salah. Ternyata mereka kadang mendapati bahwa ada sesuatu yang benar sekaligus sesuatu itu salah. Inilah yang dikenal sebagai paradoks.
Paradoks adalah suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis yang diakui kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu kontradiksi. Paradoks juga dikenal dengan nama antinomi karena melanggar hukum kontradiksi principium contradictionis (law of contradiction). Sama seperti dilema, paradoks biasa digunakan untuk mematahkan argumentasi lawan dengan menempatkannya ke dalam situasi yang sulit dan serba salah.
Contoh dari paradoks adalah “Semua laki-laki adalah pembohong!” Para cewek pasti akan mengamini pernyataan di atas, sementara bagi para cowok membaca kalimat di atas mungkin hanya akan tersenyum simpul dengan sorot mata tidak bersalah sambil melenggang pergi.
Ketika saya mengatakan, “Semua laki-laki adalah pembohong!” maka ada sesuatu yang aneh di sana. Mengapa? Sebab saya seorang laki-laki, sehingga apa yang saya katakan bahwa “semua laki-laki adalah pembohong” juga merupakan suatu kebohongan. Artinya semua laki-laki bukan pembohong. Jadi mana yang benar, semua laki-laki adalah pembohong atau semua laki-laki bukan pembohong? Bingung kan?!
Paradoks di atas dikembangkan dari paradoks tertua dan sangat terkenal di dunia yaitu paradoks pembohong (liar paradox) atau Epimenides Paradox yang diungkapkan oleh Epimenides yang hidup diabad 6 sebelum masehi. Paradoks itu aslinya adalah sebagai berikut: ”Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong.”
Rangkaian premis berikut ini akan membawa kita pada dua kesimpulan yang bertentangan:
• Jika apa yang dikatan Epimenides benar, ia bukan pembohong.
• Jika Epimenides bukan pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
• Jika apa yang dikatakannya tidak benar, ia pembohong.
Kesimpulan pertama: Jadi, ia adalah pembohong dan bukan orang jujur.
• Jika yang dikatakan Epimenides tidak benar, ia adalah pembohong.
• Jika ia pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar.
• Jika apa yang dikatakannya tidak benar, itu berarti bahwa ia adalah orang jujur.
Kesimpulan kedua: Jadi, ia adalah orang jujur dan bukan pembohong.
Apa yang dikatakan Epimenides sebenarnya secara bersama-sama sekaligus mengandung kebohongan dan kebenaran. Jika kebohongan, berarti ia benar-benar pembohong, dan jika kebenaran, ia adalah seorang yang jujur.
Paradoks diatas jadi masalah besar, terutama bagi para matematikawan, yang memandang dimana dunia itu adalah salah atau benar dan sebuah pernyatan harus punya nilai jelas antara 0 dan 1 atau True (T) dan False (F).
Paradoks terjadi karena kita mengambil referensi dari diri kita sendiri. Kurt Gödel, di tahun 1931, menjelaskan problema self-reference diatas dalam sebuah teorema yang dikenal dengan nama Godel’s Theorem, yang mengatakan: “To every ω-consistent recursive class χ of formulae there correspond recursive class signs r, such that neither v Gen r nor Neg(v Gen r) belongs to Flg(&chi) (where v is the free variable of r.”)
Teorema Godel sendiri terlihat persis seperti sebuah paradoks juga. Intinya niscaya kita akan bertemu dengan kontradiksi kalau kita melakukan self-reference atau kalaupun kita melakukan self-reference pastikan kalau kita tahu bahwa itu adalah self-reference.
Berikut ini beberapa contoh paradoks sederhana dalam matematika.
1 = 2
Bukti:
Misalkan a = b
maka a2 = ab (kalikan kedua ruas dengan a)
a2 − b2 = ab − b2 (kedua ruas kurangi dengan b2)
(a − b)(a + b) = b(a − b) (kedua ruas difaktorkan)
a + b = b [bagi kedua ruas dengan (a − b)]
2b = b (substitusikan a = b)
2 = 1 (bagi kedua ruas dengan b)
Jadi terbukti 1 = 2!
Pada langkah dimana kita membagi dengan (a−b), sebenarnya kita melakukan pembagian dengan 0, karena a = b, sehingga a − b = 0. Dan dalam matematika pembagian dengan 0 tidak didefinisikan, sehingga bukti di atas yang tampaknya benar dan logis, sesungguhnya salah.
Dalam filosofi moral, paradoks memainkan peranan sentral dalam debat tentang etik. Misalnya, peringatan etis untuk "mencintai tetangga kita" adalah tidak hanya kontras, tetapi juga sangat kontradiktif jika tetangga kita itu bersenjata dan selalu mencoba membunuh kita: bila dia berhasil, kita tidak akan berhasil untuk mencintainya. Tetapi untuk menyerang mereka terlebih dahulu atau menahan mereka biasanya tidak dimengerti sebagai tindakan cinta. Ini dapat disebut sebagai dilema etik. Contoh lainnya, adalah konflik antara perintah untuk tidak mencuri dan untuk memberi perhatian kepada keluarga, yang kita tidak mampu memberi mereka makan tanpa kita mencuri uang.
Lalu buat kita yang bukan matematikawan dan hanya orang awam ini, apa artinya paradoks tersebut? Berhati-hatilah ketika ada orang atau pihak yang mengklaim memiliki kebenaran dan benar 100% sehingga semua yang lain salah. Karena sudah sama-sama kita ketahui dari paradoks bahwa benar dan salah adalah sekaligus sebuah kontradiksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar